Rabu, 28 Juli 2021

Operasi Khusus Pengamanan Hutan

Kegiatan melakukan operasi khusus pengamanan hutan merupakan salah satu kegiatan operasi yustisif terhadap kerusakan dan gangguan kawasan atau peredaran hasil hutan. Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.54/MenLHK-Setjen/2015 tentang Standar dan Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan, kode unit Kompetensi KHT.POLHUT.020.01 dengan nama unit Kompetensi melakukan operasi khusus pengamanan hutan merupakan unit pilihan bagi jabatan Polhut Ahli Pertama.
Unit kompetensi pilihan tersebut berada dalam kelompok operasi Perlindungan dan pengamanan hutan. Pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan dalam melakukan unit Kompetensi ini adalah meyiapkan sarana prasarana dan peta kerja, menentukan target, waktu dan sasaran operasi, mencatat Kejadian terkait bidang tugasnya di buku saku/tally sheet, menindaklanjuti Kejadian sesuai prosedur, membuat dokumen yang diperlukan, mendokumentasikan semua Kejadian, melaksanakan operasi khusus serta Menyusun laporan.

Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan, kegiatan melakukan operasi khusus tidak tertuang lagi sebagai butir kegiatan karena dilihat dari personil pelaksananya, kegiatan operasi khusus ini masih dapat dikategorikan dalam operasi gabungan.

Pengertian Operasi Khusus

Operasi khusus adalah operasi pengamanan hutan yang dilaksanakan karena situasi dan kondisi ancaman gangguan keamanan hutan yang kritis dan memerlukan penanganan secara lintas sektoral dari instansi terkait di daerah ataupun di tingkat pusat, sesuai wewenang dan peranannya masing-masing (Sudirman, 2017). Dalam Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor SK. 102/IV/Set.3/2005 tentang Petunjuk Teknis Pengamanan Kawasan Konservasi di Wilayah Laut Menjelaskan bahwa operasi khusus merupakan salah satu Bentuk pengamanan refresif yang dilaksanakan dalam rangka penanggulangan terhadap gangguan/pelanggaran/kejahatan dibidang kehutanan yang sangat kompleks serta sudah mengancam kelestarian kawasan, sehingga perlu tindakan-tindakan khusus.

Karena operasi ini mengatasi permasalahan yang sangat kompleks, sehingga personil operasinya berasal dari berbagai stakeholder yang terkait dengan permasalahan. Jumlah personil pastinya akan sangat banyak disbanding dengan operasi gabungan biasa. Jika melihat personil yang terlibat seperti Polhut, PPNS Kehutanan, PPNS Lingkungan Hidup, Polri, Kejaksaan, Pengadilan Negeri, Pemerintah Daerah dan Instansi lain yang terkait dengan permasalahan, operasi khusus ini masih termasuk dalam kategori operasi gabungan. Namun operasi khusus ini merupakan operasi gabungan yang khusus menangani permasalahan yang sudah sangat kompleks yang membutuhkan pemikiran dari banyak stakeholder.

Dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 506/Kpts-VI/1995 tentang Petunjuk Teknis Pengamanan Hutan Secara Fungsional di Daerah Tingkat II dan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 691/Kpts-VI/1998 tentang Rencana Operasi Pengamanan Hutan dan Perkebunan Fungsional, operasi khusus merupakan operasi yang dilakukan dalam rangka penanggulangan atas gangguan dan ancaman terhadap hutan yang sifatnya mendadak, kompleks dan sudah mengancam kelestarian hutan, sehingga instansi lintas sectoral di daerah perlu diikuti sertakan dalam kegiatan operasi sesuai wewenang dan peranan masing-masing instansi. 

Apabila ditinjau dari Bentuk operasi kepolisian berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 tentang Manajemen Operasi Kepolisian, maka ciri “sifatnya Mendadak, kompleks dan sudah mengancam kelestarian hutan” termasuk dalam kategori Operasi Kontijensi. Ciri operasi kontijensi ini adalah “muncul secara mendadak, berkembang secara cepat dan meluas sehingga mengganggu stabilitas keamanan dalam negeri”. Operasi kontijensi ini bersifat terbuka dan/atau tertutup, diarahkan pada sasaran Ambang Gangguan (AG), Gangguan Nyata (GN), Target Operasi (TO_ kualitatif dan/atau kuantitatif dengan cara bertindak preventif, refresif, kuratif dan rehabilitatif.

Namun apabila Kejadian kerusakan hutan tersebut tidak terjadi secara Mendadak dan tingkat kerusakannya sudah sangat luas dan mengganggu stabilitas keamanan nasional, operasi khusus ini masuk dalam kategori operasi pemulihan. Operasi pemulihan adalah operasi yang diselenggarakan untuk pemulihan situasi keamanan yang terganggu akibat konflik social yang meluas, kejahatan yang berintensitas tinggi dan dapat mengganggu stabilitas keamanan ketertiban nasional. Operasi pemulihan ini bersifat terbuka dengan mengedepankan polisi berseragam, diarahkan pada sasaran AG dan GN, TO kualitatif dan/atau kuantitatif dengan cara bertindak preventif dan refresif (penegakan hukum).

Ambang Gangguan (AG) adalah suatu situasi/kondisi keamanan yang apabila tidak dilakukan tindakan kepolisian, dikhawatirkan akan menimbulkan GN. Gangguan Nyata (GN) adalah gangguan berupa kejahatan, pelanggaran hukum atau bencana yang dapat menimbulkan kerugian harta benda, jiwa raga maupun kehormatan. Target Operasi (TO) adalah sasaran yang dipertajam berdasarkan skala prioritas dan dapat diukur untuk ditangani, dicapai dalam penyelenggaraan operasi.

Preventif adalah cara bertindak yang dilakukan dalam operasi untuk mencegah, mengurangi, menghilangkan dan menutup kesempatan untuk melakukan perusakan hutan dalam skala yang lebih luas. Refresif adalah cara bertindak berupa penegakan hukum yang bertujuan untuk menghentikan tindak pidana perusakan hutan. Kuratif adalah cara bertindak yang dilakukan dalam operasi berbentuk pertolongan dan penyelamatan. Rehabilitatif adalah cara bertindak dalam operasi untuk memulihkan atau mengembalikan keadaan atau situasi keamanan dan ketertiban seperti keadaan semula.

Meskipun personilnya berasal dari banyak stakeholder dan Jumlah personil operasinya yang sangat banyak, namun penanggung jawab dalam pelaksanaan operasi khusus ini tetap instansi kehutanan tertinggi di wilayah dimana permasalahan kompleks tersebut terjadi. Karena banyaknya personil yang terlibat menandakan bahwa operasi khusus ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Olehnya itu, agar operasi ini berhasil, diperlukan pemantapan target operasi melalui operasi-operasi intelijen yang dilaksanakan sebelum pelaksanaan operasi khusus ini.

Bahan Peralatan dan Data Pendukung

Bahan peralatan yang dibutuhkan guna menunjang kelancaran dan kesuksesan pelaksanaan kegiatan operasi khusus antara lain :
  1. Surat Tugas
  2. Peta kerja;
  3. Alat transportasi (Mobil, Motor, Dam Trek)
  4. Alat komunikasi (HT, HP, dll)
  5. Kamera
  6. GPS, Meteran, kompas, borgol ;
  7. Senjata api ;
  8. Buku saku ;
  9. Peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan;
  10. Laptop/komputer/printer;
  11. Logistik/Ransum.
Sedangkan data pendukung yang diperlukan guna menunjang keberhasilan pelaksanaan operasi khusus ini adalah :
  1. Target Operasi
  2. Kondisi lokasi sasaran
  3. Waktu dan tempat pelaksanaan
  4. Teknik dan taktik operasi yang akan digunakan
  5. Urutan pelaksanaan kegiatan
  6. Hal-hal yang kemungkinan menjadi hambatan
  7. Pembagian tugas
  8. Pengecekan kesiapan personil, alat dan bahan
  9. Dll.
Bahan peralatan dan data pendukung tersebut digunakan dalam menyusun Rencana Operasi Khusus Pengamanan Hutan.

Peraturan Perundangan

Peraturan perundang-undangan yang perlu dipahami dalam pelaksanaan operasi khusus ini adalah peraturan yang terkait dengan manajemen pelaksanaan operasi dan peraturan yang terkait dengan sasaran operasi khusus tersebut. Peraturan yang terkait dengan manajemen pelaksanaan operasi antara lain :
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus, PPNS dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa
  2. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 3Tahun 2009 tentang Sistem Operasional Kepolisian Negara Republik Indonesia
  3. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 tentang Manajemen Operasi Kepolisian.
  4. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
  5. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Operasi Kepolisian.
  6. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2017 tentang Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Kehutanan.
  7. Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor P.10/IV-SET/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Operasional Satuan Polhut Reaksi Cepat.
  8. Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor P.11/IV-SET/2014 tentang Pemusnahan Barang Temuan, Sitaan dan Barang Rampasan
  9. Peraturan Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.3/PHLHK/SET/GKM.2/5/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Operasi Gabungan.
Peraturan Perundangan yang terkait dengan sasaran operasi khusus antara lain adalah :
  1.  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
  3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
  4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan
Dokumentasi Terkait Operasi Khusus

Dokumen terkait operasi khusus merupakan dokumen yang perlu dipelajari dalam pelaksanaan operasi khusus yang akan menunjang keberhasilan pencapaian operasi sesuai dengan target operasi yang sudah ditetapkan. Dokumen tersebut antara lain adalah :
  1. Rekapitulasi data gangguan keamanan hutan.
  2. Perhitungan penetapan klasifikasi gangguan keamanan hutan.
  3. Laporan hasil operasi intelijen.
  4. Rencana Operasi Khusus Pengamanan Hutan
PUSTAKA
  1. Sudirman S., 2017. Dasar-Dasar Pengamanan Hutan. Penerbit Ombak, Yogyakarta.
  2. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 tentang Manajemen Operasi Kepolisian.
  3. Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor SK. 102/IV/Set.3/2005 tentang Petunjuk Teknis Pengamanan Kawasan Konservasi di Wilayah Laut Menjelaskan bahwa operasi khusus merupakan salah satu
  4. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 506/Kpts-VI/1995 tentang Petunjuk Teknis Pengamanan Hutan Secara Fungsional di Daerah Tingkat II.
  5. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 691/Kpts-VI/1998 tentang Rencana Operasi Pengamanan Hutan dan Perkebunan Fungsional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar